Selasa, 18 Desember 2012

Maut itu Nyata


Maut Menghampiriku
Sepenggal kisah masa itu masa dimana Dia benar-benar dalam keadaan gawat , gawat sekali sebelum satu tahun kemudian giliran aku yang masuk dan coma di ruang ICU bahkan aku hampir saja, pergi dari dunia ini, karena aku Komplikasi obat penenang, obat kejang obat antibiotic. Penyakit yang langka menyerangku hanya 20 % kemungkinan selamat dari penyakit itu ya dari banyak pasien yang mengalami ini tidak selamat, mungkin Allah masih menyayangiku aku terjakit penyakit Steven Johnson Syndome, bila orang awam menyebutnya karena Alergi Obat.
 Ini sedikit untuk kalian , aku hanya ingin berbagi ilmu dalam ceritaku ini
Sindrom Steven-Johnson (SSJ) merupakan suatu kumpulan gejala klinis erupsi mukokutaneus yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit vesikulobulosa, mukosa orifisium serta mata disertai gejala umum berat.
  • Sinonimnya antara lain : sindrom de Friessinger-Rendu, eritema eksudativum multiform mayor, eritema poliform bulosa, sindrom muko-kutaneo-okular, dermatostomatitis, dll. Istilah eritema multiforme yang sering dipakai sebetulnya hanya merujuk pada kelainan kulitnya saja.
  • Bentuk klinis SSJ berat jarang terdapat pada bayi, anak kecil atau orang tua. Lelaki dilaporkan lebih sering menderita SSJ daripada perempuan.
  • Tidak terdapat kecenderungan rasial terhadap SSJ walaupun terdapat laporan yang menghubungkan kekerapan yang lebih tinggi pada jenis HLA tertentu.

Penyebab

  • Etiologi SSJ sukar ditentukan dengan pasti karena dapat disebabkan oleh berbagai faktor, walaupun pada umumnya sering dikaitkan dengan respons imun terhadap obat.
  • Beberapa faktor penyebab timbulnya SSJ diantaranya : infeksi (virus, jamur, bakteri, parasit),
  • obat (salisilat, sulfa, penisilin, etambutol, tegretol, tetrasiklin, digitalis, kontraseptif),
  • makanan (coklat),
  • fisik (udara dingin, sinar matahari, sinar X),
  • lain-lain (penyakit polagen, keganasan, kehamilan).




Faktor penyebab timbulnya Sindrom Stevens-Johnson
Infeksivirus
jamur
bakteri

parasit                
 Herpes simpleks, Mycoplasma pneumoniae, vaksinia
koksidioidomikosis, histoplasma
streptokokus, Staphylococcs haemolyticus, Mycobacterium tuberculosis, salmonela
malaria
Obat
salisilat, sulfa, penisilin, etambutol, tegretol, tetrasiklin, digitalis, kontraseptif, klorpromazin, karbamazepin, kinin, analgetik/antipiretik
Makanan
Coklat
Fisik
udara dingin, sinar matahari, sinar X
Lain-lain
penyakit kolagen, keganasan, kehamilan
(Dikutip dengan modifikasi dari SL Moschella dan HJ Hurley, 1985)

  • Keterlibatan kausal obat tersebut ditujukan terhadap obat yang diberikan sebelum masa awitan setiap gejala klinis yang dicurigai (dapat sampai 21 hari). Bila pemberian obat diteruskan dan geja]a klinis membaik maka hubungan kausal dinyatakan negatif. Bila obat yang diberikan lebih dari satu macam maka semua obat tersebut harus dicurigai mempunyai hubungan kausal.
  • Obat tersering yang dilaporkan sebagai penyebab adalah golongan salisilat, sulfa, penisilin, antikonvulsan dan obat antiinflamasi non-steroid.
  • Sindrom ini dapat muncul dengan episode tunggal namun dapat terjadi berulang dengan keadaan yang lebih buruk setelah paparan ulang terhadap obat-obatan penyebab.






PATOFISIOLOGI

  • Patogenesis SSJ sampai saat ini belum  jelas walaupun sering dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe III (reaksi kompleks imun) yang disebabkan oleh kompleks soluble dari antigen atau metabolitnya dengan antibodi IgM dan IgG dan reaksi hipersensitivitas lambat (delayed-type hypersensitivity reactions, tipe IV) adalah reaksi yang dimediasi oleh limfosit T yang spesifik.
  • Pada beberapa kasus yang dilakukan biopsi kulit dapat ditemukan endapan IgM, IgA, C3, dan fibrin, serta kompleks imun beredar dalam sirkulasi.
  •  
  • Antigen penyebab berupa hapten akan berikatan dengan karier yang dapat merangsang respons imun spesifik sehingga terbentuk kompleks imun beredar. Hapten atau karier tersebut dapat berupa faktor penyebab (misalnya virus, partikel obat atau metabolitnya) atau produk yang timbul akibat aktivitas faktor penyebab tersebut (struktur sel atau jaringan sel yang rusak dan terbebas akibat infeksi, inflamasi, atau proses metabolik). Kompleks imun beredar dapat mengendap di daerah kulit dan mukosa, serta menimbulkan kerusakan jaringan akibat aktivasi komplemen dan reaksi inflamasi yang terjadi.
  • Kerusakan jaringan dapat pula terjadi akibat aktivitas sel T serta mediator yang dihasilkannya. Kerusakan jaringan yang terlihat sebagai kelainan klinis lokal di kulit dan mukosa dapat pula disertai gejala sistemik akibat aktivitas mediator serta produk inflamasi lainnya.
  • Adanya reaksi imun sitotoksik juga mengakibatkan apoptosis keratinosit yang akhirnya menyebabkan kerusakan epidermis.
GEJALA KLINIK

  • Gejala prodromal berkisar antara 1-14 hari berupa demam, malaise, batuk, korizal, sakit menelan, nyeri dada, muntah, pegal otot dan atralgia yang sangat bervariasi dalam derajat berat dan kombinasi gejala tersebut.
  •  Kulit berupa eritema, papel, vesikel, atau bula secara simetris pada hampir seluruh tubuh.
  • Mukosa berupa vesikel, bula, erosi, ekskoriasi, perdarahan dan kusta berwarna merah. Bula terjadi mendadak dalam 1-14 hari gejala prodormal, muncul pada membran mukosa, membran hidung, mulut, anorektal, daerah vulvovaginal, dan meatus uretra. Stomatitis ulseratif dan krusta hemoragis merupakan gambaran utama.  
  •  Mata : konjungtivitas kataralis, blefarokonjungtivitis, iritis, iridosiklitis, kelopak mata edema dan sulit dibuka, pada kasus berat terjadi erosi dan perforasi kornea yang dapat menyebabkan kebutaan. Cedera mukosa okuler merupakan faktor pencetus yang menyebabkan terjadinya ocular cicatricial pemphigoid, merupakan inflamasi kronik dari mukosa okuler yang menyebabkan kebutaan. Waktu yang diperlukan mulai onset sampai terjadinya ocular cicatricial pemphigoid bervariasi mulai dari beberapa bulan sampai 31 tahun.

DIAGNOSIS

  • Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan laboratorium. Anamnesis dan pemeriksaan fisis ditujukan terhadap kelainan yang dapat sesuai dengan trias kelainan kulit, mukosa, mata, serta hubungannya dengan faktor penyebab.
  • Secara klinis terdapat lesi berbentuk target, iris, atau mata sapi, kelainan pada mukosa, demam, dan hasil biopsi yang sesuai dengan SSJ .
  • Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk mencari hubungan dengan faktor penyebab serta untuk penatalaksanaan secara umum. Pemeriksaan yang rutin dilakukan diantaranya adalah pemeriksaan darah tepi (hemoglobin, leukosit, trombosit, hitung jenis, hitung eosinofil total, LED), pemeriksaan imunologik (kadar imunoglobulin, komplemen C3 dan C4, kompleks imun), biakan kuman serta uji resistensi dari darah dan tempat lesi, serta pemeriksaan histopatologik biopsi kulit.
  • Hasil biopsi dapat menunjukkan adanya nekrosis epidermis dengan keterlibatan kelenjar keringat, folikel rambut dan perubahan dermis.
  • Anemia dapat dijumpai pada kasus berat yang menunjukkan gejala perdarahan.
  • Leukosit biasanya normal atau sedikit meninggi, dan pada hitung jenis terdapat peninggian eosinofil.
  • Kadar IgG dan IgM dapat meninggi, C3 dan C4 normal atau sedikit menurun, dan dapat dideteksi adanya kompleks imun yang beredar.
  • Pemeriksaan histopatologik dapat ditemukan gambaran nekrosis di epidermis sebagian atau menyeluruh, edema intrasel di daerah epidermis, pembengkakan endotel, serta eritrosit yang keluar dari pembuluh darah dermis superfisial.
  • Pemeriksaan imunofluoresen dapat memperlihatkan endapan IgM, IgA, C3, dan fibrin. Untuk mendapat hasil pemeriksaan imunofluoresen yang baik maka bahan biopsi kulit harus diambil dari lesi baru yang berumur kurang dari 24 jam.
DIAGNOSIS BANDING









PENATALAKSANAAN
  • Terapi suportif merupakan tata laksana standar pada pasien SSJ. Pasien yang umumnya datang dengan keadaan umum berat membutuhkan cairan dan elektrolit, serta kebutuhan kalori dan protein yang sesuai secara parenteral. Pemberian cairan tergantung dari luasnya kelainan kulit dan mukosa yang terlibat. Pemberian nutrisi melalui pipa nasogastrik dilakukan sampai mukosa oral kembali normal. Lesi di mukosa mulut diberikan obat pencuci mulut dan salep gliserin.
  • Untuk infeksi, diberikan antibiotika spektrum luas, biasanya dipergunakan gentamisin 5mg/kgBB/hari intramuskular dalam dua dosis. Pemberian antibiotik selanjutnya berdasarkan hasil biakan dan uji resistensi kuman dari sediaan lesi kulit dan darah.
  • Kortikosteroid diberikan parenteral, biasanya deksametason dengan dosis awal 1 mg/kgBB bolus, kemudian selama 3 hari 0,2-0,5 mg/kgBB tiap 6 jam, setelah itu diturunkan berangsur-angsur dan bila mungkin diganti dengan prednison per oral. Pemberian kortikosteroid sistemik sebagai terapi SSJ masih kontroversial. Beberapa mengganggap bahwa penggunaan steroid sistemik pada anak bisa menyebabkan penyembuhan yang lambat dan efek samping yang signifikan, namun ada juga yang menganggap steroid menguntungkan dan menyelamatkan nyawa.
  • Penggunaan Human Intravenous Immunoglobulin (IVIG) dapat menghentikan progresivitas penyakit SSJ dengan dosis total 3 gr/kgBB selama 3 hari berturut-turut (1 gr/kgBB/hari selama 3 hari).
  • Dilakukan perawatan kulit dan mata serta pemberian antibitik topikal. Kulit dapat dibersihkan dengan larutan salin fisiologis atau dikompres dengan larutan Burrow. Pada kulit atau epidermis yang mengalami nekrosis dapat dilakukan debridement. Untuk mencegah sekuele okular dapat diberikan tetes mata dengan antiseptik.
  • Faktor penyebab (obat atau faktor lain yang diduga sebagai penyebab) harus segera dihentikan atau diatasi. Deteksi dari penyebab yang paling umum seperti riwayat penggunaan obat-obatan terakhir, serta hubungannya dengan perkembangan penyakit terutama terhadap episode SSJ, terbukti bermanfaat dalam manajemen SSJ.
  • Antibiotik spektrum luas, selanjutnya berdasarkan hasil biakan dan uji resistensi kuman dari sediaan lesi kulit dan darah.
  • Antihistamin bila perlu. Terutama bila ada rasa gatal. Feniramin hidrogen maleat (Avil) dapat diberikan dengan dosis untuk usia 1-3 tahun 7,5 mg/dosis, untuk usia  3-12 tahun 15 mg/dosis, diberikan 3 kali/hari.  Sedangkan untuk setirizin dapat diberikan dosis untuk usia anak 2-5 tahun : 2.5 mg/dosis,1 kali/hari;  > 6 tahun : 5-10 mg/dosis, 1 kali/hari. Perawatan kulit dan mata serta pemberian antibiotik topikal.
  • Bula di kulit dirawat dengan kompres basah larutan Burowi.
  • Tidak diperbolehkan menggunakan steroid topikal pada lesi kulit.
  • Lesi mulut diberi kenalog in orabase.
  • Terapi infeksi sekunder dengan antibiotika yang jarang menimbulkan alergi, berspektrum luas, bersifat bakterisidal dan tidak bersifat nefrotoksik, misalnya klindamisin intravena 8-16 mg/kg/hari intravena, diberikan 2 kali/hari.
PROGNOSIS
Pada kasus yang tidak berat, prognosisnya baik, dan penyembuhan terjadi dalam waktu 2-3 minggu. Kematian berkisar antara 5-15% pada kasus berat dengan berbagai komplikasi atau pengobatan terlambat dan tidak memadai. Prognosis lebih berat bila terjadi purpura yang lebih luas. Kematian biasanya disebabkan oleh gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, bronkopneumonia, serta sepsis.
Itu sedikit penjelasan penyakit yang dialaminya , mungkin diluar logika tapi saksinya adalah keluarganya, sahabat-sahabatnya, bahkan Dia , dia yang menjengukku sebelum aku tiba pada hari ambang batas itu , ungkapnya.
Begitu parah kondisi ku selain dari ini juga , karena radang otakku itu ya aku pun mengalami meningitis ya itupun penyakit yang sangat mematikan, tapi aneh yak ok aku masih bertahan , aku bingung sama diriku, aku coma selama 1 bulan setengah di RSPAD Gatot Soebroto, aku hampir saja kehilangan nyaku , hingga pada saat sebelum aku mengalami coma dan akhirnya detik-detik terakhir ku untuk memilih antara aku harus ikut orang tua ku atau kah aku ikut Malaikat itu , ya malaikat yang sejak aku coma sudah berada disampingku menunggu hari itu hari dimana aku harus memilih antara kembali kedunia ataukah aku ikut dengannya, ku diambang batas .
 Ia dia mengalami coma hampir satu bulan lebih, semua dokter yang menanganinya sudah tak sanggup angkat tangan dia ditangani 12 dokter spesialis , dari berbagai rumah sakit ternama , dari RSCM sampai dokter dari rumah sakit Internasional , iya dari luar negeri mereka pun angkat tangan dengan kondisinya , Aku selama itu tidak makan sama sekali minumpun hanya lewat infuse, ungkapnya.
Dia hampir saja kehilangan penglihatannya bahkan sampaiakan kehilangan nyawanya, 1 berbanding 1000 di Negara ni yang mengalami penyakit ini, kemungkinan selamat pun hanya sedikit.
Sabtu 10 Maret 2012 bimo pun datang ke ruang ICU dimana itu mungkin hari terakhirku dapat melihat dia, ia setelah dia datang sorenya aku tak sadarkan diri kembali , ia intan tak sadarkan diri hingga dimana sapai di ambang batas itu tiba, bimo trauma karena setahun yang lalu diapun masuk ICU sama sepertinya pada saat sekarat ia dia hampir sekarat.  Sehari stelah anak-anak potret datang menjengukku dia datang namun dia tak mau melihatku tak mau masuk kedalam ruangan ini, ia ruangan yang menurut dia itu sangat menyeramkan mengingatkannya setahun lalu iya terbaring percis sama sepertiku saat ini, sebelum ia datang ke rumah sakit ini sepanjang perjalanan aku tak tau bagaimana khawatirnya dia padaku, ku hanya mendapatkan kabar dari kakak ku bahwa dia akan datang , tapi aku tak percaya sebelum ada buktinya karena aku selama sakit tak member tahunya, ia benar aku loss contact dengannya semenjak aku terima tantangannya dia itu sebulan sebelum aku benar-benar masuk ICU.
Sengaja aku tak member tahunya karena aku tak mau dia khawatirkan kondisiku, ku berusaha kuat di hadapannya saat dia datang melihatku dari pintu kaca kamar dimana aku dirawat, ku lihat dari kejauhan dia menangis aku tak dapat melihat jelas air matanya jatuh karena pandangan mataku mulai tak kuat memandangnya, posisi tidurku pun miring karena luka di sekijur tubuhku bila tergesek sedikit maka darah akan banyak keluar, apalagi aku berbicara darah dari bibir dan mulut akan keluar begitu derasnya aku hampir kehilangan penglihatanku karena penyakit ini.
Ku menatapnya namun dia memalingkan pandangan mungkin jiji dengan kondisi sampai dia tak mau masuk untuk sekedar memberi semangat kepadaku, disini aku sedikit kecewa namun apa daya aku memang tak kuat untuk berbicara dan sekedar memanggil mengucapkan namanya untuk mendekat, itupun aku tak sanggup. Dia lalu keluar dari Ruangan ini lalu aku tak tahu selanjutnya setelah sore itu dia datang menghampiriku malamnya aku tak sadarkan diri lagi selama berhari-hari hingga pada saatnya detak nadiku melemah, maut menghampiriku dia tak tau aku sedang menantang maut untuk kembali seperti dulu mungkin dia tau namun tak dapat melihatku langsung, aku ingin kamu ada disini begitu sakit yang kurasa , aku ingin kamu disisiku kenapa kamu pulang kenapa kamu tak disini , aku bertanya-tanya  dan begitu kesakitan yang kurasakan .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar