Maut Menghampiriku
Sepenggal kisah
masa itu masa dimana Dia benar-benar dalam keadaan gawat , gawat sekali sebelum
satu tahun kemudian giliran aku yang masuk dan coma di ruang ICU bahkan aku
hampir saja, pergi dari dunia ini, karena aku Komplikasi obat penenang, obat
kejang obat antibiotic. Penyakit yang langka menyerangku hanya 20 % kemungkinan
selamat dari penyakit itu ya dari banyak pasien yang mengalami ini tidak
selamat, mungkin Allah masih menyayangiku aku terjakit penyakit Steven Johnson
Syndome, bila orang awam menyebutnya karena Alergi Obat.
Ini sedikit untuk kalian , aku hanya ingin
berbagi ilmu dalam ceritaku ini
Sindrom Steven-Johnson (SSJ) merupakan suatu kumpulan gejala
klinis erupsi mukokutaneus yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit
vesikulobulosa, mukosa orifisium serta mata disertai gejala umum berat.
- Sinonimnya
antara lain : sindrom de Friessinger-Rendu, eritema eksudativum multiform
mayor, eritema poliform bulosa, sindrom muko-kutaneo-okular,
dermatostomatitis, dll. Istilah eritema multiforme yang sering dipakai
sebetulnya hanya merujuk pada kelainan kulitnya saja.
- Bentuk
klinis SSJ berat jarang terdapat pada bayi, anak kecil atau orang tua.
Lelaki dilaporkan lebih sering menderita SSJ daripada perempuan.
- Tidak
terdapat kecenderungan rasial terhadap SSJ walaupun terdapat laporan yang
menghubungkan kekerapan yang lebih tinggi pada jenis HLA tertentu.
Penyebab
- Etiologi
SSJ sukar ditentukan dengan pasti karena dapat disebabkan oleh berbagai
faktor, walaupun pada umumnya sering dikaitkan dengan respons imun
terhadap obat.
- Beberapa
faktor penyebab timbulnya SSJ diantaranya : infeksi (virus, jamur,
bakteri, parasit),
- obat
(salisilat, sulfa, penisilin, etambutol, tegretol, tetrasiklin, digitalis,
kontraseptif),
- makanan
(coklat),
- fisik
(udara dingin, sinar matahari, sinar X),
- lain-lain
(penyakit polagen, keganasan, kehamilan).
Faktor penyebab timbulnya Sindrom Stevens-Johnson
Infeksivirus
jamur
bakteri
parasit
|
Herpes simpleks, Mycoplasma pneumoniae, vaksinia
koksidioidomikosis, histoplasma
streptokokus, Staphylococcs haemolyticus, Mycobacterium
tuberculosis, salmonela
malaria
|
Obat
|
salisilat, sulfa, penisilin, etambutol, tegretol,
tetrasiklin, digitalis, kontraseptif, klorpromazin, karbamazepin, kinin, analgetik/antipiretik
|
Makanan
|
Coklat
|
Fisik
|
udara dingin, sinar matahari, sinar X
|
Lain-lain
|
penyakit kolagen, keganasan, kehamilan
|
(Dikutip dengan modifikasi dari SL Moschella dan HJ Hurley,
1985)
- Keterlibatan
kausal obat tersebut ditujukan terhadap obat yang diberikan sebelum masa
awitan setiap gejala klinis yang dicurigai (dapat sampai 21 hari). Bila
pemberian obat diteruskan dan geja]a klinis membaik maka hubungan kausal
dinyatakan negatif. Bila obat yang diberikan lebih dari satu macam maka
semua obat tersebut harus dicurigai mempunyai hubungan kausal.
- Obat
tersering yang dilaporkan sebagai penyebab adalah golongan salisilat,
sulfa, penisilin, antikonvulsan dan obat antiinflamasi non-steroid.
- Sindrom
ini dapat muncul dengan episode tunggal namun dapat terjadi berulang
dengan keadaan yang lebih buruk setelah paparan ulang terhadap obat-obatan
penyebab.
PATOFISIOLOGI
- Patogenesis
SSJ sampai saat ini belum jelas walaupun sering dihubungkan dengan
reaksi hipersensitivitas tipe III (reaksi kompleks imun) yang disebabkan
oleh kompleks soluble dari antigen atau metabolitnya dengan antibodi IgM
dan IgG dan reaksi hipersensitivitas lambat (delayed-type hypersensitivity
reactions, tipe IV) adalah reaksi yang dimediasi oleh limfosit T yang
spesifik.
- Pada
beberapa kasus yang dilakukan biopsi kulit dapat ditemukan endapan IgM,
IgA, C3, dan fibrin, serta kompleks imun beredar dalam sirkulasi.
- Antigen
penyebab berupa hapten akan berikatan dengan karier yang dapat merangsang
respons imun spesifik sehingga terbentuk kompleks imun beredar. Hapten
atau karier tersebut dapat berupa faktor penyebab (misalnya virus,
partikel obat atau metabolitnya) atau produk yang timbul akibat aktivitas
faktor penyebab tersebut (struktur sel atau jaringan sel yang rusak dan
terbebas akibat infeksi, inflamasi, atau proses metabolik). Kompleks imun
beredar dapat mengendap di daerah kulit dan mukosa, serta menimbulkan
kerusakan jaringan akibat aktivasi komplemen dan reaksi inflamasi yang
terjadi.
- Kerusakan
jaringan dapat pula terjadi akibat aktivitas sel T serta mediator yang
dihasilkannya. Kerusakan jaringan yang terlihat sebagai kelainan klinis
lokal di kulit dan mukosa dapat pula disertai gejala sistemik akibat
aktivitas mediator serta produk inflamasi lainnya.
- Adanya
reaksi imun sitotoksik juga mengakibatkan apoptosis keratinosit yang
akhirnya menyebabkan kerusakan epidermis.
GEJALA KLINIK
- Gejala
prodromal berkisar antara 1-14 hari berupa demam, malaise, batuk, korizal,
sakit menelan, nyeri dada, muntah, pegal otot dan atralgia yang sangat
bervariasi dalam derajat berat dan kombinasi gejala tersebut.
- Kulit
berupa eritema, papel, vesikel, atau bula secara simetris pada hampir
seluruh tubuh.
- Mukosa
berupa vesikel, bula, erosi, ekskoriasi, perdarahan dan kusta berwarna
merah. Bula terjadi mendadak dalam 1-14 hari gejala prodormal, muncul pada
membran mukosa, membran hidung, mulut, anorektal, daerah vulvovaginal, dan
meatus uretra. Stomatitis ulseratif dan krusta hemoragis merupakan
gambaran utama.
- Mata
: konjungtivitas kataralis, blefarokonjungtivitis, iritis, iridosiklitis,
kelopak mata edema dan sulit dibuka, pada kasus berat terjadi erosi dan
perforasi kornea yang dapat menyebabkan kebutaan. Cedera mukosa okuler
merupakan faktor pencetus yang menyebabkan terjadinya ocular cicatricial
pemphigoid, merupakan inflamasi kronik dari mukosa okuler yang
menyebabkan kebutaan. Waktu yang diperlukan mulai onset sampai terjadinya ocular
cicatricial pemphigoid bervariasi mulai dari beberapa bulan sampai 31
tahun.
DIAGNOSIS
- Diagnosis
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan laboratorium.
Anamnesis dan pemeriksaan fisis ditujukan terhadap kelainan yang dapat
sesuai dengan trias kelainan kulit, mukosa, mata, serta hubungannya dengan
faktor penyebab.
- Secara
klinis terdapat lesi berbentuk target, iris, atau mata sapi, kelainan pada
mukosa, demam, dan hasil biopsi yang sesuai dengan SSJ .
- Pemeriksaan
laboratorium ditujukan untuk mencari hubungan dengan faktor penyebab serta
untuk penatalaksanaan secara umum. Pemeriksaan yang rutin dilakukan
diantaranya adalah pemeriksaan darah tepi (hemoglobin, leukosit,
trombosit, hitung jenis, hitung eosinofil total, LED), pemeriksaan
imunologik (kadar imunoglobulin, komplemen C3 dan C4, kompleks imun),
biakan kuman serta uji resistensi dari darah dan tempat lesi, serta
pemeriksaan histopatologik biopsi kulit.
- Hasil
biopsi dapat menunjukkan adanya nekrosis epidermis dengan keterlibatan
kelenjar keringat, folikel rambut dan perubahan dermis.
- Anemia
dapat dijumpai pada kasus berat yang menunjukkan gejala perdarahan.
- Leukosit
biasanya normal atau sedikit meninggi, dan pada hitung jenis terdapat
peninggian eosinofil.
- Kadar
IgG dan IgM dapat meninggi, C3 dan C4 normal atau sedikit menurun, dan
dapat dideteksi adanya kompleks imun yang beredar.
- Pemeriksaan
histopatologik dapat ditemukan gambaran nekrosis di epidermis sebagian
atau menyeluruh, edema intrasel di daerah epidermis, pembengkakan endotel,
serta eritrosit yang keluar dari pembuluh darah dermis superfisial.
- Pemeriksaan
imunofluoresen dapat memperlihatkan endapan IgM, IgA, C3, dan fibrin.
Untuk mendapat hasil pemeriksaan imunofluoresen yang baik maka bahan
biopsi kulit harus diambil dari lesi baru yang berumur kurang dari 24 jam.
DIAGNOSIS BANDING
- Nekrosis
epidermal toksik (NET) dimana manifestasi klinis hampir serupa tetapi
keadaan umum NET terlihat lebih buruk daripada SSJ.
- Erythema Multiforme
- Burns, Chemical
- Burns, Ocular
- Staphylococcal Scalded Skin Syndrome
- Toxic Epidermal Necrolysis
- Burns, Thermal
- Dermatitis, Exfoliative
- Toxic Shock Syndrome
|
|
|
|
|
|
|
|
PENATALAKSANAAN
- Terapi
suportif merupakan tata laksana standar pada pasien SSJ. Pasien yang
umumnya datang dengan keadaan umum berat membutuhkan cairan dan
elektrolit, serta kebutuhan kalori dan protein yang sesuai secara
parenteral. Pemberian cairan tergantung dari luasnya kelainan kulit dan
mukosa yang terlibat. Pemberian nutrisi melalui pipa nasogastrik dilakukan
sampai mukosa oral kembali normal. Lesi di mukosa mulut diberikan obat
pencuci mulut dan salep gliserin.
- Untuk
infeksi, diberikan antibiotika spektrum luas, biasanya dipergunakan
gentamisin 5mg/kgBB/hari intramuskular dalam dua dosis. Pemberian
antibiotik selanjutnya berdasarkan hasil biakan dan uji resistensi kuman
dari sediaan lesi kulit dan darah.
- Kortikosteroid
diberikan parenteral, biasanya deksametason dengan dosis awal 1 mg/kgBB
bolus, kemudian selama 3 hari 0,2-0,5 mg/kgBB tiap 6 jam, setelah itu
diturunkan berangsur-angsur dan bila mungkin diganti dengan prednison per
oral. Pemberian kortikosteroid sistemik sebagai terapi SSJ masih
kontroversial. Beberapa mengganggap bahwa penggunaan steroid sistemik pada
anak bisa menyebabkan penyembuhan yang lambat dan efek samping yang signifikan,
namun ada juga yang menganggap steroid menguntungkan dan menyelamatkan
nyawa.
- Penggunaan
Human Intravenous Immunoglobulin (IVIG) dapat menghentikan
progresivitas penyakit SSJ dengan dosis total 3 gr/kgBB selama 3 hari
berturut-turut (1 gr/kgBB/hari selama 3 hari).
- Dilakukan
perawatan kulit dan mata serta pemberian antibitik topikal. Kulit dapat
dibersihkan dengan larutan salin fisiologis atau dikompres dengan larutan
Burrow. Pada kulit atau epidermis yang mengalami nekrosis dapat dilakukan debridement.
Untuk mencegah sekuele okular dapat diberikan tetes mata dengan
antiseptik.
- Faktor
penyebab (obat atau faktor lain yang diduga sebagai penyebab) harus segera
dihentikan atau diatasi. Deteksi dari penyebab yang paling umum seperti
riwayat penggunaan obat-obatan terakhir, serta hubungannya dengan
perkembangan penyakit terutama terhadap episode SSJ, terbukti bermanfaat
dalam manajemen SSJ.
- Antibiotik
spektrum luas, selanjutnya berdasarkan hasil biakan dan uji resistensi
kuman dari sediaan lesi kulit dan darah.
- Antihistamin
bila perlu. Terutama bila ada rasa gatal. Feniramin hidrogen maleat (Avil)
dapat diberikan dengan dosis untuk usia 1-3 tahun 7,5 mg/dosis, untuk
usia 3-12 tahun 15 mg/dosis, diberikan 3 kali/hari. Sedangkan
untuk setirizin dapat diberikan dosis untuk usia anak 2-5 tahun :
2.5 mg/dosis,1 kali/hari; > 6 tahun : 5-10 mg/dosis, 1
kali/hari. Perawatan kulit dan mata serta pemberian antibiotik topikal.
- Bula
di kulit dirawat dengan kompres basah larutan Burowi.
- Tidak
diperbolehkan menggunakan steroid topikal pada lesi kulit.
- Lesi
mulut diberi kenalog in orabase.
- Terapi
infeksi sekunder dengan antibiotika yang jarang menimbulkan alergi,
berspektrum luas, bersifat bakterisidal dan tidak bersifat nefrotoksik,
misalnya klindamisin intravena 8-16 mg/kg/hari intravena, diberikan
2 kali/hari.
PROGNOSIS
Pada kasus yang tidak berat, prognosisnya baik, dan
penyembuhan terjadi dalam waktu 2-3 minggu. Kematian berkisar antara 5-15% pada
kasus berat dengan berbagai komplikasi atau pengobatan terlambat dan tidak
memadai. Prognosis lebih berat bila terjadi purpura yang lebih luas. Kematian
biasanya disebabkan oleh gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit,
bronkopneumonia, serta sepsis.
Itu sedikit penjelasan penyakit yang
dialaminya , mungkin diluar logika tapi saksinya adalah keluarganya,
sahabat-sahabatnya, bahkan Dia , dia yang menjengukku sebelum aku tiba pada
hari ambang batas itu , ungkapnya.
Begitu parah
kondisi ku selain dari ini juga , karena radang otakku itu ya aku pun mengalami
meningitis ya itupun penyakit yang sangat mematikan, tapi aneh yak ok aku masih
bertahan , aku bingung sama diriku, aku coma selama 1 bulan setengah di RSPAD
Gatot Soebroto, aku hampir saja kehilangan nyaku , hingga pada saat sebelum aku
mengalami coma dan akhirnya detik-detik terakhir ku untuk memilih antara aku
harus ikut orang tua ku atau kah aku ikut Malaikat itu , ya malaikat yang sejak
aku coma sudah berada disampingku menunggu hari itu hari dimana aku harus
memilih antara kembali kedunia ataukah aku ikut dengannya, ku diambang batas .
Ia dia mengalami coma hampir satu bulan lebih,
semua dokter yang menanganinya sudah tak sanggup angkat tangan dia ditangani 12
dokter spesialis , dari berbagai rumah sakit ternama , dari RSCM sampai dokter
dari rumah sakit Internasional , iya dari luar negeri mereka pun angkat tangan
dengan kondisinya , Aku selama itu tidak makan sama sekali minumpun hanya lewat
infuse, ungkapnya.
Dia hampir saja kehilangan
penglihatannya bahkan sampaiakan kehilangan nyawanya, 1 berbanding 1000 di
Negara ni yang mengalami penyakit ini, kemungkinan selamat pun hanya sedikit.
Sabtu
10 Maret 2012 bimo pun datang ke ruang ICU dimana itu mungkin hari terakhirku
dapat melihat dia, ia setelah dia datang sorenya aku tak sadarkan diri kembali
, ia intan tak sadarkan diri hingga dimana sapai di ambang batas itu tiba, bimo
trauma karena setahun yang lalu diapun masuk ICU sama sepertinya pada saat
sekarat ia dia hampir sekarat. Sehari
stelah anak-anak potret datang menjengukku dia datang namun dia tak mau
melihatku tak mau masuk kedalam ruangan ini, ia ruangan yang menurut dia itu
sangat menyeramkan mengingatkannya setahun lalu iya terbaring percis sama
sepertiku saat ini, sebelum ia datang ke rumah sakit ini sepanjang perjalanan
aku tak tau bagaimana khawatirnya dia padaku, ku hanya mendapatkan kabar dari
kakak ku bahwa dia akan datang , tapi aku tak percaya sebelum ada buktinya
karena aku selama sakit tak member tahunya, ia benar aku loss contact dengannya
semenjak aku terima tantangannya dia itu sebulan sebelum aku benar-benar masuk
ICU.
Sengaja aku tak member tahunya karena
aku tak mau dia khawatirkan kondisiku, ku berusaha kuat di hadapannya saat dia
datang melihatku dari pintu kaca kamar dimana aku dirawat, ku lihat dari
kejauhan dia menangis aku tak dapat melihat jelas air matanya jatuh karena
pandangan mataku mulai tak kuat memandangnya, posisi tidurku pun miring karena
luka di sekijur tubuhku bila tergesek sedikit maka darah akan banyak keluar,
apalagi aku berbicara darah dari bibir dan mulut akan keluar begitu derasnya
aku hampir kehilangan penglihatanku karena penyakit ini.
Ku
menatapnya namun dia memalingkan pandangan mungkin jiji dengan kondisi sampai
dia tak mau masuk untuk sekedar memberi semangat kepadaku, disini aku sedikit
kecewa namun apa daya aku memang tak kuat untuk berbicara dan sekedar memanggil
mengucapkan namanya untuk mendekat, itupun aku tak sanggup. Dia lalu keluar
dari Ruangan ini lalu aku tak tahu selanjutnya setelah sore itu dia datang
menghampiriku malamnya aku tak sadarkan diri lagi selama berhari-hari hingga
pada saatnya detak nadiku melemah, maut menghampiriku dia tak tau aku sedang
menantang maut untuk kembali seperti dulu mungkin dia tau namun tak dapat
melihatku langsung, aku ingin kamu ada disini begitu sakit yang kurasa , aku
ingin kamu disisiku kenapa kamu pulang kenapa kamu tak disini , aku
bertanya-tanya dan begitu kesakitan yang
kurasakan .